Pontianak Kalbar| Penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kepada Yayasan Mujahidin memasuki babak krusial. Kejaksaan Tinggi Kalbar bergerak cepat dengan kembali memanggil sejumlah pejabat penting, termasuk tokoh utama dalam pusaran kasus ini.
Tiga nama kunci dijadwalkan untuk memberikan keterangan sebagai saksi di hadapan penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar:
* *Syarif Kamaruzaman*, Ketua Yayasan Mujahidin – 24 Juni 2025
* *dr. Harisson* Sekretaris Daerah Kalbar sekaligus Ketua TAPD – 25 Juni 2025
* *Sutarmidji*, Mantan Gubernur Kalbar (2019–2024) – 26 Juni 2025
Ketiganya sebelumnya telah dipanggil pada 6 Juni 2024, namun tidak hadir. Kali ini, masyarakat menanti apakah mereka, terutama Sutarmidji, akan menghormati proses hukum atau kembali mangkir. Jika kembali tidak hadir, penyidik berhak menempuh **upaya paksa sesuai perundang-undangan**.
*Penyimpangan Dana Hibah untuk Bisnis Centre*
Dugaan korupsi ini bermula dari aliran dana hibah senilai *Rp22,042 miliar* yang digelontorkan Pemprov Kalbar selama tiga tahun:
* Rp10 miliar (2020)
* Rp9 miliar (2021)
* Rp3,042 miliar (2022)
Berdasarkan hasil penyidikan, dana tersebut diduga tidak digunakan sesuai peruntukan dan malah dialihkan untuk pembangunan *gedung SMA Mujahidin serta kios bisnis centre*, sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian hibah. Bahkan, adik kandung Sutarmidji, *Mulyadi* – yang juga mantan Sekda Kota Pontianak dan Ketua Yayasan Pendidikan Mujahidin – turut diperiksa bersama 27 nama lainnya.
Kejati Kalbar telah mengantongi hasil audit dari *BPKP Kalbar*, serta keterangan ahli, sebagai dasar kuat untuk menetapkan tersangka dalam waktu dekat. Kepala Kejati Kalbar, *Ahelya Abustam, SH., MH*, menegaskan bahwa penuntasan kasus ini merupakan bagian dari agenda utama penegakan hukum tahun 2025, sesuai dengan tuntutan publik atas kepastian hukum.
*Sutarmidji: “Saya Bersumpah, Tidak Ada Uang Hibah yang Mengalir ke Keluarga Saya”*
Sutarmidji sendiri pada 19 Mei 2025 menyampaikan pembelaannya ke publik. Ia dengan tegas membantah segala bentuk penyimpangan, menyatakan siap diperiksa, dan bahkan *siap menyerahkan seluruh kekayaan pribadinya kepada negara* jika terbukti menerima aliran dana hibah tersebut.
> “Jika ada dana hibah yang mengalir ke saya, isteri, anak, atau menantu saya, maka kami ikhlaskan seluruh kekayaan saya untuk negara,” ujar Sutarmidji.
> “Saya bersumpah demi Allah SWT, tidak pernah ada potongan apapun.”
Namun, pernyataan tersebut dinilai sejumlah kalangan hanya sebagai manuver retoris. Sutarmidji bahkan menuding proses penyidikan Kejati Kalbar *terkesan dipaksakan* dan menyentil adanya dugaan balas dendam oknum APH atas tersendatnya proses perizinan tambang milik keluarganya di Dinas ESDM Kalbar.
*Pertarungan Narasi: Penegakan Hukum vs. Politik Balas Dendam?*
Dalam pembelaannya, Sutarmidji mengutip *Permendagri No. 77 Tahun 2020*, menyatakan bahwa tanggung jawab penggunaan dana hibah berada di tangan penerima, bukan pemberi. Ia juga mempertanyakan metode audit BPKP yang menurutnya tidak tepat karena menyamakan hibah dengan proyek tender teknis.
Namun, publik menyoroti fakta bahwa banyak proyek hibah di bawah kepemimpinannya tidak memiliki **transparansi dan akuntabilitas**, serta adanya konflik kepentingan dalam penyalurannya.
Kini, sorotan publik terfokus pada tanggal 26 Juni 2025. Mampukah Sutarmidji membuktikan komitmennya terhadap proses hukum, atau akankah mangkir kembali dan memicu langkah paksa dari Kejati Kalbar?
Sambung...
0 Komentar