__Jika hukum bisa dibungkam oleh uang, maka rakyat akan membayar dengan keadilan yang hilang_ .”
KubuRaya Kalbar|Di sebuah gudang bayangan di pinggir Jalan Mayor Ali Anyang, Desa Kapur, Kubu Raya—ribuan kilogram bawang putih merek AAA Panda tampak disusun rapi dalam karung-karung besar. Gudang itu tidak memiliki plang resmi, tak ada papan izin distribusi, namun aktivitasnya begitu aktif. Truk-truk keluar masuk, membawa hasil dari perbatasan Malaysia untuk dikirim lintas provinsi: dari Kalimantan Barat, hingga Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, bahkan sampai ke Pulau Jawa. Semua berjalan *tanpa hambatan*.
Tim investigasi kami mengikuti jejak ini selama dua pekan. Di lokasi gudang, pekerja mengaku hanya “buruh angkut” dan “tidak tahu-menahu”. Namun satu nama muncul terus-menerus dari berbagai sumber: *Aris*, pemilik gudang, dan *Erwin* sang “penyuplai” besar dari Malaysia. Nama mereka bukan baru muncul hari ini. Warga sekitar, pedagang, bahkan sopir ekspedisi mengenalnya dengan satu julukan: *raja bawang putih ilegal Kalbar*.
*Bukan Skema Baru, Tapi Jaringan Lama yang Rapi*
Modus operandi mereka tidak rumit, tapi sangat efektif. Bawang putih dibawa dari wilayah perbatasan Malaysia melalui jalur tikus di hutan perbatasan Entikong dan Jagoi Babang. Barang disamarkan sebagai “logistik sayuran”, dibawa ke Kubu Raya dan Pontianak, lalu disebarkan kembali lewat jasa ekspedisi besar. Label dan dokumen disulap menjadi "legal", walau barang tidak memiliki dokumen bea cukai dan karantina resmi.
Barang ilegal ini lalu membanjiri pasar tradisional, supermarket, hingga restoran di Pontianak dan sekitarnya. Harganya jauh lebih murah dari bawang putih lokal maupun impor resmi yang dilepas lewat pelabuhan-pelabuhan sah.
Lantas, di mana Bea Cukai? Karantina? Kepolisian? Satgas Pangan?
*Mengapa tidak ada penyegelan, tidak ada razia, tidak ada tindakan hukum apapun?*
*Dugaan Pelanggaran Hukum yang Dilindungi*
Praktik ini tidak hanya mencederai ekonomi negara. Ini adalah *kejahatan sistemik*—yang melanggar sederet undang-undang, di antaranya:
1. *UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (perubahan UU No. 10 Tahun 1995)*
* *Pasal 102A huruf a*:
*Setiap orang yang mengimpor barang tanpa prosedur resmi atau dengan memberikan keterangan palsu, diancam pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp5 miliar.*
* *Pasal 103 huruf c*:
*Membongkar barang impor di tempat yang tidak ditetapkan, tanpa izin resmi, diancam pidana hingga 8 tahun.*
2. *UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan*
* *Pasal 106*:
*Mengimpor dan memperdagangkan barang tanpa izin resmi dapat dipidana hingga 4 tahun dan/atau denda hingga Rp10 miliar.*
* *Pasal 107*:
*Menyalurkan produk yang tidak memenuhi standar, tanpa label, izin edar atau registrasi resmi merupakan tindak pidana perdagangan.*
3. *UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen*
* *Pasal 62 ayat (1)*:
*Memperdagangkan barang yang tidak sesuai ketentuan keamanan, kesehatan, dan kualitas, dapat dipidana hingga 5 tahun penjara.*
4. KUHP Pasal 55 dan 56
* *“Barang siapa turut serta atau membantu dalam suatu tindak pidana, dipidana sebagai pelaku.”*
→ Artinya, aparat penegak hukum yang mengetahui tetapi membiarkan (atau bahkan melindungi) aktivitas ilegal ini bisa dijerat sebagai *pelaku kejahatan bersama (co-perpetrator)*,
*Bau Busuk Bukan dari Bawang, Tapi dari Kejahatan yang Dilindungi*
Yang membuat kasus ini memprihatinkan bukan. hanya praktik ilegalnya, tetapi *pembiaran sistemik oleh negara* Selama bertahun-tahun, masyarakat, LSM, bahkan wartawan telah bersuara soal keberadaan mafia bawang putih ini. Namun semuanya lenyap tanpa jejak. Tidak ada penggerebekan. Tidak ada persidangan. Tidak ada tersangka.
Skema ini diduga kuat dilindungi oleh *oknum aparat penegak hukum dan petugas lintas instansi*, yang memilih diam demi keamanan jabatan atau demi "jatah".
Jika aparat melindungi mafia, lalu siapa yang melindungi rakyat?
*Rakyat Bertanya: Negara di Pihak Siapa ?*
Saat rakyat kecil ditindak karena berjualan tanpa izin, mengapa pengusaha besar bisa bebas beroperasi meski melanggar banyak undang-undang?
> Ini bukan lagi hanya tentang bawang putih. Ini tentang **integritas negara, wibawa hukum, dan kepercayaan publik**.
> Jika aparat masih bungkam, jika hukum terus membisu, maka publik berhak mencurigai bahwa **hukum sedang berselingkuh dengan mafia.**
*TUNTUTAN PUBLIK*
1. *Segera segel gudang-gudang ilegal di Kubu Raya dan sekitarnya.*
2. *Usut tuntas siapa aparat yang melindungi mafia* —baik dari kepolisian, bea cukai, karantina, atau instansi lain.
3. *Audit seluruh izin distribusi dan aliran logistik ekspedisi* dari Kalbar ke luar provinsi.
4. *Berikan sanksi tegas kepada oknum yang terbukti bermain.*
*Penutup: Diamnya Negara, Teriaknya Rakyat*
> “Jika hukum tak bergerak, maka suara rakyat akan mengguncang. Jika keadilan tak ditegakkan, maka sejarah akan mencatatnya.”
(TIM)
0 Komentar