Ketapang, Kalimantan Barat| Hukum kembali dipermalukan. Tambang emas ilegal (PETI) di Lubuk Toman, Km 26 Ketapang, tidak hanya mencabik lingkungan, tapi juga melecehkan martabat pers dan mempermalukan penegakan hukum.
Empat wartawan dipukul saat menjalankan tugas jurnalistik. Pelaku, Roni Paslah, memang ditangkap. Tapi tambang ilegal tempat pemukulan terjadi masih beroperasi bebas—seolah tak pernah terjadi pelanggaran.
*Ini bukan hanya kebobrokan, ini pengkhianatan terhadap hukum.*
Lebih memuakkan, setelah aksi kekerasan terhadap wartawan viral, justru muncul laporan balik dari pihak tambang dengan tuduhan pemerasan. Sebuah manuver licik untuk mengalihkan isu utama :
*penambangan ilegal dan kekerasan terhadap pers.*
UU No. 3 Tahun 2020 sangat jelas: **segala bentuk tambang tanpa izin adalah kejahatan.** Tapi di Ketapang, hukum seperti hanya jadi hiasan. Yang ditindak hanya kelas teri, sementara pemilik modal dan aktor intelektual dibiarkan bebas mengeruk keuntungan.
*Pertanyaannya sederhana: siapa yang melindungi tambang ilegal ini?*
Masyarakat tidak butuh sandiwara. Penegakan hukum setengah hati hanya akan memperdalam ketidakpercayaan publik. Jika Kapolres Ketapang tidak segera menindak tegas pemilik tambang dan seluruh jaringan PETI, maka patut dicurigai ada permainan kotor di balik pembiaran ini.
*Cukup sudah! Ini waktunya bertindak, bukan beralasan. Hentikan kekerasan terhadap jurnalis. Tindak semua pelaku PETI sampai ke akarnya. Jika tidak, maka Kepolisian di Ketapang layak dipertanyakan integritas dan keberpihakannya.*
(Tim)
0 Komentar